Maraknya kekerasan atau pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi membuat Universitas Simalungun sebagai Kampus tertua dan Role Model di Pematangsiantar membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Pembentukan Satgas ini, dibarengi dalam kegiatan Uji Publik Satgas PPKS, yang digelar di Gedung Rektorat lantai II Universitas Simalungun, Jumat (21/06/2024).
Kegiatan Uji Publik terhadap calon satgas PPKS ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari telah diberlangsungkannya proses seleksi berkas dan wawancara oleh Panitia Seleksi terhadap calon satgas PPKS USI 2024 pada 20/6/ 2024.
Pada Uji Publik Calon Satgas PPKS USI tersebut, hadir Gusmiyadi,S.E (Anggota DPRD SUMUT) dan Pdt. Maria Simatupang,M.Th (Kepala Departemen Apostolat) selaku Penguji/Panelis 1 dan 2. Sementara pimpinan perguruan tinggi, Rektor Universitas Simalungun, Dr. Sarintan Efratani Damanik, M.Si juga hadir dalam pelaksanaan Uji Publik tersebut. Dalam Sambutannya, mengatakan satgas PPKS ini dibentuk berdasarkan Permendikbud Nomor 30 tahun 2021 tentang PPKS di Perguruan Tinggi untuk melakukan pencegahan, penanganan serta merespon kasus hingga memberikan perlindungan korban kekerasan seksual.
“Panitia Seleksi (Pansel) telah berkerja maksimal. Setelah serangkaian kegiatan dimulai dari tahap perekrutan, seleksi berkas dan wawancara maka pada hari ini, tibalah saatnya kita melaksanakan Uji Publik terhadap Calon Satgas. Sesuai dengan mandat yang diberikan oleh permendibkud bahwa setiap perguruan tinggi harus memiliki satgas PPKS, dengan demikian Universitas Simalungun juga turut membentuk satgas PPKS. Kami berharap nantinya satgas PPKS ini terdiri dari orang-orang terpilih yang memang melalui proses seleksi ketat sehingga terpilih satgas yang memiliki rasa tanggung jawab dan peduli dengan sesama sehingga dapat tercipta lingkungan perguruan tinggi yang aman dan kondusif,” Ujar Rektor.
Disi lain, Gusmiyadi S.E menuturkan bahwa pembentukan Satgas UNiversitas Simalungun sudah tepat untuk dilakukan guna meminimalisir kekerasan seksual di Lingkungan Kampus. Namun ia berharap bahwa setelah uji public ini dilaksanakan para satgas terpilih harus dibekali ilmu berkaitan dengan PPKS dengan mengundang beberapa narasumber yang memang fokus untuk menangani PPKS.
“Problem terbesar kita dalam konteks kekerasan seksual adalah Kontruksi budaya dan norma-norma di masyarakat. Kedua hal itu memiliki kontribusi besar terhadap pola pikir terhadap urusan gender. Dalam hal ini kebanyakan masyarakat menilai bahwa perempuan dianggap lemah” Ujarnya
Lebih lanjut ia juga menyebutkan bahwa ada beberapa factor dalam pendidikan yang dapat mempengaruhi perkembangan, yakni intoleransi, perundungan dan kekerasan seksual.
“stereotip gender terus memperparah berbagai bentuk relasi dan persoalan sosial berbasis gender. Kekerasan terhadap perempuan berupa kekerasan sosial sebagai tindakan seksual. Kekerasan seksual dapat meliputi sebagai tindakan berupa ucapan,siulan maupun perbuatan yang dilakukan untuk menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual diluar keinginannya. Sebagai contoh, kekerasan seksual sekarang ini bisa terjadi pada wanita yang berpakaian tertutup, banyak pria yang melakukan cat calling (Siulan). Itu merupakan salah satu contoh pelecehan. Disinilah, pentingnya peranan Satgas PPKS di perguruan tinggi untuk selalu mensosialisasikan informasi yang tepat,” Tambahnya.
Setelah penjabaran singkat mengenai Kekerasan Seksual, Gusmiyadi berharap nantinya para Satgas yang terpilih dan bertugas harus dilindungi oleh para pemimpin perguruan tinggi agar segenap warga di lingkungan kampus merasa nyaman, aman dan kondusif.
“Para Satgas yang nantinya bertugas harus dilindungi sebab apabila nantinya ada kekerasan seksual dan mencoba untuk melakukan penanganan kekerasan seksual tersebut maka besar kemungkinan akan ada yang berusaha untuk mengintimidasi demi mengaurkan kekekersan seksual tersebut,” tutupnya.